Pada zaman dahulu kala, ada sebuah desa yang masyarakatnya rukun, damai dan sejahtera. Pada suatu ketika, di desa tersebut akan diadakan suatu pemilihan kepala desa, karena masa jabatan kepala desa sebelumnya sudah mau habis.
Hari demi hari berlalu, akhirnya terpilihlahlah 3 calon kepala desa yaitu Paijan, Sukiman, dan Darso. Ketiga orang tersebut sangat akrab dengan masyarakat desa tersebut. Mereka dikenal baik dan suka menolong warga desa tersebut. Suatu ketika ada dua orang warga yang sedang duduk-duduk di pos ronda, sambil mengawasi sawahnya. Mereka bernama Sukimin dan Tarjo.
“ Jo, kowe milih endi kadese Paijan, Sukiman, utawa Darso ?” tanya Sukimin sambil makan kacang
“Wah, rahasia.............kuwi kan masalah pribadi....he..he...?” jawab Tarjo.
“Wah, Tarjo ki ngono kuwi je..... buka-buka sitik kan ra popo to Jo ?” tanya Sukimin
“emoh.....” jawab Tarjo.
Akhirnya hari pemilihan tiba, warga desa berkumpul di balai desa. Paijan, Sukiman, dan Darso sudah duduk di kursi paling depan. Satu-persatu mereka menyampaikan visi dan misi mereka. Setelah selesai mereka duduk kembali di kursinya masing-masing. Warga desa pun sudah siap untuk memilih. Satu-persatu mereka memberikan suaranya. Tibalah giliran Tarjo dan Sukimin.
“Jo, aja lali milih Darso yo.............” kata Sukimin sambil menepuk bahu Tarjo.
“Karepku, arep milih Darso, Sukiman, utawa Paijan......” kata Tarjo.
“Wo...... Tarjo ki ngono lho.......” kata Sukimin
“Yo....ben...........”kata Tarjo.
Detik demi detik berlalu, tibalah saat yang ditunggu-tunggu, yaitu penghitungan suara. Akhirnya penghitungan suara telah selesai dilakukan dan yang menjadi pemenang adalah Paijan.
“Ye....Paijan menang...............”kata Darso dengan begitu semangatnya.
“Wah Darso ki malah dukung Paijan..............” kata Sukimin di dalam hati.
Tarjo begitu senang sekali ketika Paijan menang, karena Tarjo sudah di beri janji oleh Paijan, jika Paijan menang, Tarjo akan di beri sejumlah uang yang cukup besar.
Hari pertama Paijan bekerja dimulai dan pada saat itu juga Tarjo datang untuk menagih janji kepala desa tersebut.
“ Jan, aku teka ning kantormu, arep nagih janji mu, endi duite ? “ kata Tarjo sambil berjalan mennghampiri Paijan dan mengulurkan tangannya.
“Kowe ki ora duwe tata krama po ? karo kadese ngomong sak penake dewe. Aku ki kades mu....” kata Paijan .
“Wah sombong saiki mentang-mentang dadi kades.......” kata Tarjo.
“Yo ben to............. heh... aku ki ora ngroso yo duwe janji kalih sampean...” kata Paijan.
“Heh aja lali yo we............. sapa sing ngiwangi kowe supaya dadi kades, aku Jan.....” kata Tarjo.
“Aku ora ngrasa ki kowe ngiwangi aku......malah kowe njaluki duitku terus......” kata Paijan
“Heh.......kuwi kanggo nyuap warga yo...........supaya milih kowe......” kata Tarjo.
“Genea, Sukimin ora milih aku...... dadine janjine kuwi batal yo Jo...........” kata Paijan.
“Yo nggak isah to.........janji kudu ditepati.......ngomong wae ora duwe duit....” kata Tarjo dengan nada marah.
“Wegah..................saiki sampeyan metu saka ruanganku, aja balik maneh...........”kata Paijan.
“Wo...............awas kowe Jan..........................” kata Tarjo sambil mengacungkan tangan.
Tarjo keluar dari ruangan Paijan dengan marah dan kecewa. Tarjo tidak menyangka bahwa Paijan akan mengingkari janjinya, padahal dulu Paijan adalah seseorang yang dikenal selalu menepati janjinya. Sehingga Tarjo bersedia untuk membantunya. Kini Tarjo sangat kecewa dengan Paijan, sahabat karibnya tersebut.
Sampailah Tarjo di rumahnya, Tarjo langsung menuju ke kamarnya. Tarjo tidak terima dengan ucapan-ucapan Paijan. Di kamarnya, dia merenung dan memikirkan nasib desa ini jika dipimpin oleh Paijan.
“Bisa hancur, jika desa ini dipimpin oleh Paijan. Bisa-bisa desa ini akan banyak masalah nantinya. Aku tidak rela jika nantinya desa ini banyak masalah yang disebabkan oleh Paijan. Orang yang tidak memenuhi janjinya. Aku harus menyingkirkan Paijan malam ini juga. “ kata Tarjo di dalam hatinya.
Malam pun tiba.............Tarjo sudah bersiap-siap dengan parangnya. Keadaan desa yang sepi, mendukung rencana Tarjo untuk menghabisi Paijan. Tarjo berjalan menuju rumah Paijan. Rumah Paijan terletak di pinggir sawah. Apalagi jarak antara rumah yang satu dengan rumah yang lain cukup jauh dan Paijan tinggal sendiri di rumah.
Tibalah Tarjo di depan rumah Paijan. Lalu dia menyusup di rumah Paijan dan membawa Paijan keluar menuju kebun belakang rumahnya. Di kebun belakang rumah Paijan, Tarjo menghabisi Paijan dan menguburkan jasadnya. Kemudian Tarjo pulang menuju rumahnya dengan rasa puas bercampur takut.
Hari demi hari berlalu, warga semakin curiga, karena berhari-hari Paijan tidak masuk kantor dan selama itu sekretarisnya yang menggantikan pekerjaan Paijan. Tarjo pun semakin takut, perbuatannya akan ketahuan. Akhirnya Tarjo pun kehilangan akal sehatnya, Ia bunuh diri dengan cara menggantungkan dirinya pada pohon yang besar, yang terletak di belakang rumahnya. Kini Paijan dan Tarjo pun telah pergi dari desa tersebut untuk selama-lamanya.